Informasi pertemuan rutin

Dengan adanya acara konferensi Astronomi dan Astrofisika di Bandung
maka pertemuan HAAJ pada tanggal 31 Oktober 2009
di undur pada tanggal

Waktu: 7 November 2009
Materi: AstroKimia
Pembicara: Nurfa Swinda Putri

Atas kemunduran jadwal tersebut kami mohon maaf yang sebesar-besarnya..
*Al Amamu*

Star Party at LAPAN Tanjungsari Sumedang

10-11 Oktober ini HAAJ melaksanakan Star Party ke tiga. Berbeda dengan 2 star party sebelumnya, Star party ketiga di tahun ini dilaksanakan di tempat yang tidak biasa, bertempat di Stasiun Pengamatan Dirgantara (SPD) LAPAN Tanjungsari, Sumedang. Hanya 17 orang saja pengurus dan anggota yang ikut serta dalam star party ini. Dengan menggunakan angkutan umum dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 500m, akhirnya sampailah peserta star party di lokasi yang dituju. Lokasi stasiun pengamatan ini berada di antara pemukiman penduduk yang cukup ramai, namun masih memiliki polusi cahaya yang tergolong rendah. Malam hari setelah makan malam, pak Bambang memperkenalkan stasiun pengamat dirgantara yang beliau pimpin. Lebih dari 30 tahun SPD LAPAN Tanjungsari beroperasi untuk menunjang kegiatan kedirgantaraan di Indonesia. Disini terdapat teleskop radio dengan 2 antena yang berfrekuensi berbeda akan beroperasi tahun depan. SPD LAPAN Tanjungsari terletak di desa Haurngombong, Pamulihan Sumedang Jawa Barat. Stasiun pengamat matahari ini diresmikan pada tanggal 13 Maret 1980, namun sudah berdiri sejak tahun 1971. Di Indonesia hanya ada 2 stasiun pengamatan matahari yaitu di daerah Tanjung Sari dan Watukosek, Jawa Timur. Kedua stasiun pengamatan tersebut dipergunakan untuk mengumpulkan dan mengolah data aktivitas matahari. Namun tidak hanya matahari yang diamati, kondisi medan magnet bumi dan ionosfer bumi ikut diambil datanya. Data yang didapatkan nantinya akan diteruskan ke LAPAN Bandung. Semua data hasil pengamatan di SPD LAPAN Tanjungsari ini dapat dimanfaatkan oleh bidang lain seperti pertanian dan monitoring polusi udara. Tidak hanya itu, SPD LAPAN Tanjungsari juga dapat dimanfaatkan bagi siwa sekolah untuk mengenal dunia Astronomi. Terbukti semakin banyaknya kunjungan sekolah yang datang setiap tahun.

Setelah mendengarkan pemaparan mengenai SPD LAPAN Tanjungsari, dilanjutkan dengan presentasi singkat yang dibawakan Pak Sungging yang memberikan presentasi singkat mengenai matahari. Walaupun semakin malam namun diskusi mengenai matahari semakin seru. Banyak hal yang ditanyakan oleh beberapa anggota HAAJ dan menjadi suatu diskusi yang menarik mengenai matahari dan SPD Lapan. Selesai diskusi, dilanjutkan dengan pengamatan malam, namun sayang langit tidak begitu bersahabat, awan tipis menyelimuti langit, namun masih ada beberapa obyek langit yang masih terlihat. Peserta star party kemudian dipandu untuk mengisi log book. Sambil menunggu dan berharap langit cerah, beberapa anggota berkumpul dan belajar untuk mengenal rasi dan bintang yang terdapat di dalam rasi tersebut dengan bantuan software komputer. Sebagian peserta yang lain mencoba memotret obyek langit yang ada dengan kamera digital yang dimiliki.

Hampir tengah malam kondisi langit tidak cerah, sedangkan kelembaban udara mencapai 97%. Kelembaban ini terlalu tinggi, sehingga diputuskan untuk tidak membuka teleskop yang telah dibawa sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga ‘keselamatan’ teleskop.

Walaupun langit tidak banyak menunjukan keindahannya namun kita masih melihat beberapa obyek langit, seperti bulan , jupiter, rasi Taurus, bahkan meteor. Kondisi langit ternyata tidak jauh berubah sampai sang matahari terbit. Cuaca pagi yang segar di desa Haurngombong tidak dilewatkan begitu saja oleh beberapa peserta star party. Menikmati udara desa dengan berjalan kaki, mencoba ubi cilembu yang berada di jalan Cilembu serta melihat sekilas tempat tanaman obat keluarga. Konon katanya bibit ubi cilembu yang asli dan enak hanya berada di tempat ini. Di dekat SPD LAPAN ini juga terdapat desa yang telah memanfaatkan biogas yang berasal dari kotoran sapi, untuk kebutuhan memasak masyarakat.

Pagi menjelang siang aktivitas peserta dimulai. Pak Bambang dan Pak Sungging menemani kami untuk berkeliling dan berkenalan dengan alat-alat yang terdapat di kawasan seluas 1,5ha. Peserta melihat berbagai alat-alat yang terdapat di dalam kawasan dan mendapat informasi yang banyak mengenai fungsi dan cara kerja beberapa alat yang ada. Tidak puas jika hanya mengunjungi tempat ini sekali saja, masih banyak ilmu yang akan didapatkan di SPD LAPAN Tanjung Sari. Tidak hanya matahari yang bisa kita pelajari disekitar SPD, kita juga dapat belajar manfaat tidak langsung dari adanya matahari. Buktinya kita bisa belajar bidang ilmu lain yang ternyata dapat terkait dengan matahari. Contohnya mungkin ubi cilembu yang ditanaman di daerah ini he3x....


(Berpose di depan Teleskop Radio)

(Pembukaan Star Party 3 di SPD LAPAN Tanjungsari, Sumedang)

(Berpose saat menghangatkan badan dengan api unggun)


klik link album dibawah ini untuk melihat Foto lebih banyak lagi :

Album

Album lainnya


Sekilas Peta Langit (2)

Ragam Budaya Pemetaan Langit
Kalau melihat sejarah pemetaan langit
yang dapat dicatat antara lain bahwa bangsa Mesopotamia (10.000 – 3.300 SM) mengenal 60 rasi bintang (termasuk 12 rasi Zodiak), Babylonia dan Assyria (2.900 SM – 600 SM) mengenal 31 rasi (17 atau 18 zodiak). Dari budaya Assyro-Babylonia sekitar tahun 1400 – 1000 SM, terdapat karya berupa catatan tulis Ea Anu Enlil di mana langit dibagi 3 bagian. Di selatan ekuator disebut milik dewa Ea (outer road). Anak Ea bernama Enlil (inner road) yaitu terdiri dari bintang-bintang sirkumpolar. Sementara sekitar ekuator dikuasai oleh Anu. Setiap lingkaran tersebut dibagi lagi di dalam kekuasaan 12 dewa. Sesuai nantinya dengan pembagian 12 bulan dalam setahun. Ratusan tahun berselang hal ini diadaptasi dalam penentuan zodiak yang kini dikenal, the ecliptic-based zodiac.

Penggambaran konstelasi bintang di ruang pertunjukan Planetarium & Observatorium Jakarta. Kredit:Ronny


Pada bangsa Yunani sampai era Aratus dikenal ada 44 rasi bintang (12 zodiak). Secara terpisah di India (pada akhir budaya Mesopotamia) mengenal 60 rasi bintang (17 zodiak, atau 27/28 naksatras yang berdasar posisi Bulan). Tentang naksatras ini sebenarnya berdasar budaya awal pembuatan kalender yang dulu memang umumnya berpedoman Bulan (kalender Bulan). Sebagai contoh pada awal dibuatnya kalender dikenal istilah mazzaloth oleh bangsa Hebrew/Yahudi, bangsa Arab menyebutnya al-manazil, di China Hsiu. Pembagian rasi ada 2 pedoman, mengikuti lingkaran ekliptika atau mengikuti lingkaran ekuator langit.


Kembali pada pendataan rasi bintang, di China pada abad 5 SM dikenal ada 40 rasi bintang (28 zodiak), sementara antara tahun 370 – 270 SM didata 1.400-an bintang yang terbagi dalam 284 rasi bintang. Namun, pada abad 7 M justru jumlah bintang yang didata hanya 1.350 bintang yang terbagi dalam 25 rasi bintang (13 di belahan langit utara dekat Kutub Utara, 12 di dekat ekuator langit ). Beda dengan lainnya, peta langit pada budaya Inca, Amazonia, Maya, Aztec (Amerika) yang cenderung berpedoman pada jalur Bima Sakti (Milky Way). Bukan tempat bergesernya Matahari, Bulan, dan planet (lingkaran ekliptika). Yang tercatat bahwa pendataan mereka telah ada sejak sekitar tahun 3.114 SM.


Peta Langit (Planisfer)

Rekan sang pelaut ulung Columbus, yaitu Amerigo Vespucci (1503), membagi Centaurus yang sangat luas menjadi 2 rasi bintang – Centaurus dan Crux. Dia juga memetakan rasi Triangulum Australe (catatan: namanya digunakan sebagai ide nama benua Amerika). Adapun gambar peta langit dalam bentuk planisfer pada era modern dilakukan Pieter Bienewitz dari Jerman tahun 1536. Terdapat 50 rasi (48 adaptasi dari hasil Ptolemy). Disempurnakan tahun 1551 oleh Gerardus Mercator (pakar geografi dari Finlandia) dalam bentuk bola langit (Mercator’s Projection) sekaligus menambah 1 rasi bintang, Coma Berenices (Yang pertama menggunakan planisfer untuk navigasi). Selanjutnya Bayer dari Jerman menambah 12 rasi.


Tahun 1592: Petrus Plancius dari Belanda menambah Columba.

Tahun 1596: Pieter Dirksz Keyser dan Frederick de Houtman dari Belanda menambah 11

(Apus, Chamaleon, Dorado, Grus, Hydrus, Indus, Musca, Pavo, Phoenix, Tucana, Volans).

Tahun 1661: Jakop Bartsch dari Jerman menambah Camelopardalis.

Tahun 1679: Augustine Royer dari Perancis menambah Monoceros.

(2 rasi ini berdasar catatan dibakukan oleh Petrus Plancius tahun 1613).

Tahun 1687: Johannes Hevelius menambah 7

(Canes Venatici, Lacerta, Leo Minor, Lynx, Scutum, Sextans, Vulpecula).

Tahun 1756: Nicolas Louis de Lacaille setelah mengembara ke Tanjung Harapan, menambah 14

(Antlia, Caelum, Carina, Circinus, Fornax, Horologium, Mensa, Microscopium, Norma, Octans, Pictor, Puppis, Pyxis, Reticulum, Sculptor, Telescopium, Vela).

Pada akhirnya sekarang dikenal ada 88 rasi bintang yang dibakukan oleh IAU pada tahun 1928.


Daftar Pustaka (Tolong liat artikel edisi 1 dan artikel Zodiak sebelumnya)

Bakich, M., 1995, The Cambridge Guide to the Constellations, Cambridge Univ. Press, Cambridge

Cornelius, G., 2005, The Complete Guide to the Constellations, Duncan, London

Sawitar, W., 2005, Constellations: In the Time Scale of the Cultures, in W. Sutantyo, P. W. Premadi, P. Mahasena, T. Hidayat and S. Mineshige (eds), Proceedings of the 9th Asian-Pacific Regional Meeting 2005, p.328-329.


Salam WfR&G

Kisah berikutnya sabar ya, sementara nih adaIntermezzooo…

khusus untuk anggota HAAJ, FOSCA, SIRIUS, POLARIS, FPA yang sudah terdftr (24 org + 4 sedang dicheck lagi) & akan ke Conference of the Indonesian Astronomical Society (HAI) di ITB & Bosscha – 29-31 Okt, dimhn hdr: Sabtu, 24 Okt jam 15:30 WIB. Ada review unik, ajang presentasi/diskusi termsk dari 5 mhsw Fisika UNJ. Pengurus HAAJ hrp hadir jam 13:30 WIB (tuk sediain konsumsi maunya .. hmm). Jadwal ketat, mhn tpt wkt. Berikut jadwal presentasi:


1. (16:00 – 16:20) Teori Observasi dan Pengolahan Data /Hart/ UNJ

2. (16:20 – 16:40) Evolusi Bintang /Sty/ UNJ

3. (16:40 – 17:00) Mengenal FOSCA /Wls/ FOSCA

4. (17:10 – 17:30) A Captivating Birth of Stars /Dino/ HAAJ

5. (17:30 – 17:50) Struktur dan Dinamika Orbit /Fin/ UNJ

= = = = = ISHOMA = = = = = = =

6. (19:00 – 19:20) Dinamika Orbit Bulan /Dvi/ UNJ

7. (19:20 – 19:40) Alat Detektor Astronomi: CCD /Sti/ UNJ

8. (19:40 – 20:00) Impl. Kmr Dgtl utk M-identfks Stlt di Jup. /Epr/ FOSCA


Punten …. Maaf,

Tuk HAAJ dan POLARIS yang buat paper poster, dari panitiaposter is in English (at least its abstract). Jg hrs buat makalah singkatnya ± 2½ hal A4, spasi 1, tuk proceedings.

Tuk SIRIUS dan POLARIS, segera bahas pameran–bersama 1 stand. Sabtu, 17 Okt saat pertemuan HAAJ sedptnya sdh ada draft kebutuhannya.

Tuk semua yang terdaftr dan berstatus “S”, mhn krm alamat sekolah lengkap ke humas_haaj84@yahoo.com Diharap data terkumpul Sabtu, 17 Okt., paling lambat 19 Okt.

Tuk semua: sekalian tuntaskan rencana keberangkatan ke Bdg, termsk akomodasi, dsb. pra atau pasca acara presentasi (Ingat! Tgl 29 Okt, jam 08:30 acara HAI sudah dimulai. Jadi, diharapkan Rabu malam semua sudah di Bandung). Tuk acr di atas dan ke Bdg, hub: Ronny Syamara. Info acr Bdg liat http://astronomy.itb.ac.id/HAI2009.

Hatur Nuhun …. Terima kasih. Salam WfR&G

SEJUMPUT KISAH PENERBANGAN ANGKASA LUAR

Ingin terbang kayak burung? Rasanya niat gini udah lama jadi mimpi manusia apapun peradabannya. Sejak sebelum Masehi, manusia berusaha untuk mencapai dan meraih Bulan, bintang, bahkan Matahari. Tengok saja ragam budaya yang terejawantah dalam mitos/legenda. Simak mitologi Yunani di kisah Daedalus dan putranya Icarus yang melarikan diri dengan sayap terbuat dari lilin. Saat mendekati Matahari, sayapnya leleh dan mereka pun jatuh di laut. Kini? Wahana Ulysses dan SOHO pun ditugaskan tuk mengintip Matahari bahkan mendekatinya. Di balik ini semua, nyatanya untuk mewujudkan mimpi itu merupakan sejarah panjang bagi manusia.


Sejak abad 15, salah satu menteri pada Dinasti Hsia yaitu Wan Pu berusaha terbang dengan layangan raksasa bertenaga roket (berbasis mesiu seperti kembang api luncur). Tak lama juga ditemukan sketsa mesin terbang berbaling-baling. Sementara pada cerita klasik karya penulis Perancis Verne berjudul Dari Bumi ke Bulan tahun 1865 pun jadi perwujudan keinginan di atas (Sempat dibuat film berjudul Perjalanan ke Bulan oleh Georges Melier awal 1900-an). Tiba saatnya 17 Desember 1903, Wright bersaudara melakukan eksperimen penerbangan yang jadi cikal bakal adanya pesawat terbang. Sebenarnya banyak lagi kisah seputar mimpi manusia untuk mengarungi angkasa.


Masuk abad 20, baru roket seperti yang kini dikenal mulai berkembang. Pada dasarnya roket adalah mesin atau pesawat yang bergerak dengan dorongan jet (semburan gas panas). Kepeloporan ini diawali Konstantin Tsiolkovsky (ahli Matematika – Soviet), Herman Oberth (ahli Fisika kelahiran Rumania – Jerman), Paul Schmidth (Amerika Serikat). Adapun yang berhasil membuat roket berbahan bakar cair pertama adalah Robert Goddard – profesor Fisika asal Amerika Serikat (16 Maret 1926). Goddard dijuluki Bapak Roket Modern. Usaha peroketan ini disusul Wernher von Braun – Jerman yang terkenal dengan roket jenis A-2 dan V-2. Roket V-2 disiapkan untuk mesin perang menjelang Perang Dunia II, yang akhirnya melahirkan teknologi IRBM (Intermediate Range Ballistic Missile) dan ICBM (Inter Continental Ballistic Missile atau Peluru Kendali Antar Benua) yang siap untuk membawa hulu ledak nuklir (bom nuklir). Braun tahun 1945 pindah ke AS.


Teknologi ICBM akhirnya membuat Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit buatan pertama di dunia Sputnik I (4 Okt. 1958) yang berhasil mengorbit Bumi di ketinggian 800 km selama 162 hari. Tanggal peluncuran bersejarah ini diperingati Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai pembuka acara tahunannya World Space Week (Pekan Antariksa Dunia) selama 20 tahun terhitung tahun 2001. Perkembangan ini disusul dengan peluncuran Sputnik 2 dengan awaknya Laika, seekor anjing. Sementara Amerika Serikat langsung menyusul dengan Explorer-1.


Kembali Uni Soviet buat kejutan dengan mengorbitnya kosmonot pertama – Yuri Gagarin dengan Vostok-1 – 12 April 1961 selama 108 menit. Lagi-lagi AS menyusul dengan mengangkasanya Alan Sheppard – 5 Mei 1961. Perlombaan prestasi untuk meneliti luar angkasa makin ketat dengan mendaratnya pertama kali manusia di Bulan – Neil Armstrong dengan Apollo 11 – 19/20 Juli 1969. Sampai 1980-an tak kurang 4.000-an wahana diluncurkan dengan berbagai misi, berawak maupun tidak.


(Illustration: CXC/NGST/NASA)

http://chandra.harvard.edu/


Melihat kesempatan yang ada, akhirnya teknologi ruang angkasa ini digunakan untuk penelitian iptek. Misal stasiun angkasa Salyut (1971, Soviet) dan Skylab (1973, AS). Yang unik adalah penggabungan Soyuz (Soviet) dengan Apollo (AS) Juli 1975. Hal ini dianggap sebagai simbul perdamaian dalam iptek ke-antariksa-an. Baru terjadi lagi tahun 1995, pesawat ulang alik Atlantis (AS) bergabung dengan stasiun angkasa Mir. Dan saat ini yang sedang dibangun adalah International Space Station (ISS) yang berawal tahun 1984 dan baru terlaksana perancangannya tahun 1994 dan mulai dibangun 1997. Pemrakarsanya Amerika dan Rusia. Yang terlibat 17 negara antara lain ESA (European Space Agency: Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Italia, Irlandia, Inggris, Jerman, Norwegia, Perancis, Swiss, Spanyol, Swedia), Jepang, Kanada, Brasil. Penyusunan modul utama siap tahun 2006 (selebihnya sambil jalan). Dirancang sebagai laboratorium angkasa. Pesawat ulang alik pun dapat parkir di sana, termasuk turis angkasa – barangkali kamu mau mampir istirahat di sana ..leyeh-leyeh di tempat tidur jala, ayun-ayun bentar trus jalan-jalan ke Mall Antariksa.


Dampak IPTEK Keantariksaan

Bagaimanapun memang sudah banyak manfaat dari majunya IPTEK antariksa, namun ada pula sisi yang mengkhawatirkan. Ribuan satelit telah diluncurkan, tak terbayang dana dan jiwa-raga sudah terkorbankan semisal meledaknya Challenger yang merenggut nyawa 7 awaknya - juga kegagalan lain yang sejenis. Belum polusi udara yang timbul dari asap roket yang memperburuk kualitas udara. Banyak pula satelit yang sudah tak terpakai memenuhi angkasa layaknya sampah. Juga tabung, kepingan satelit atau roket, dsb. Biasa dikenal sebagai limbah antariksa atau man-made space debris. Kini lebih dari 25.000 buah sampah seperti itu melayang-layang, tak terhitung yang ukuran kecil.


Selain itu – makin padat satelit, tentu resiko tabrakan antar wahana makin besar (beberapa kasus telah terjadi). Lainnya – bila ada gangguan (ketidakstabilan), maka sampah ini akan jatuh ke Bumi layaknya meteor (atau sengaja seperti Mir yang diledakkan lalu dijatuhkan ke laut). Ini mungkin masih dapat diselamatkan. Yang jadi masalah bila bahan bakar yang dipakai adalah unsur radioaktif (energi nuklir) seperti Kosmos. Bukan tenaga saja yang terkuras, tapi dana yang tidak kepalang tanggung untuk menyelamatkan dampak kontaminasinya saat wahana ini jatuh. Kasus mirip saat Cassini-Huygens hendak diluncurkan ke Saturnus.


Selain itu, makin padat satelit tentu mengganggu semisal riset bintang atau benda langit lain. Pendaran akibat memantulkan cahaya Matahari (environmental light pollution) membuat polusi cahaya dan ini jelas sangat merugikan. Juga tubuh wahana yang makin besar tentu menghalangi obyek langit dibelakangnya. Sangat terasa bagi observasi landas-Bumi, bahkan teleskop Hubble pun sudah merasakan dampaknya (ground/space-based astronomy). Bayangkan misalnya makin banyak satelit .. wah lama kelamaan keseluruhannya terakumulasi layaknya payung – jelas cahaya Matahari akan terhambur terhalang di angkasa. Cahaya Matahari ke Bumi berkurang, tentu berpengaruh pada temperatur, lalu iklim, lalu .. lalu .. silakan saja anda berimajinasi ..


Salam WfG

Sekedar mengingatkan, SP3 bentar lagi. LAPAN bukan sekedar lembaga pengamatan Matahari. Jadi diskusi tentang penelitian astronomi dan wahana antariksa silakan disiapkan juga. Workshop Roket Air memang menyenangkan, tapi diskusi roket “beneran” harusnya jadi tantangan yang lebih mengasyikkan. Katanya mau jalan-jalan ke bintang .. bintang Sirius aja yang paling terang, jadi ga kesasar digelapan malam .. hihi. Hallo .. hallo warga SIRIUS, jangan kehilangan moment. Tahun ini 4 pilot pertama yang handal memang sudah pensiun. Namun tersisa 1 di Jakarta, kejar aja dan minta ilmunya sebanyak mungkin tuh. Apalagi bekas “lurah”, pasti terbiasa dengan ragam kegiatan dan ga mungkin segan tuk turun tangan tuh. Ayo S.E.M.A.N.G.A.T.

Jakarta, 03 Oktober 2009. 23:44.

Zodiak (Edisi IV) - SAGITTARIUS SANG PEMANAH

Dalam mitologi Yunani, Sagittarius dikaitkan dengan Crotus Dewa Hutan yang separuh badan berujud manusia dari kepala sampai pinggang bersambung setengah lagi tubuh kambing dengan ekor panjang mirip ekor kuda. Berjalan berdiri dengan dua kaki belakangnya.


Sementara pada era berikut, bangsa Romawi lebih banyak menyalahartikan simbul ini sebagai gambaran Chiron – pemimpin Centaur (Centaurus, salah satu konstelasi di belahan langit selatan). Sebelah selatan rasi Centaurus adalah Crux (layang-layang). Chiron adalah makhluk setengah manusia setengah kuda. Sifatnya keduanya berlawanan. Chiron bersifat kalem dan sabar bijaksana, sementara Sagittarius sebagai pemburu bersifat ganas, bengis, dan buas (intermezzo: semoga tidak tercermin pada orang Sagittarius .. hiii). Dalam akulturasi dengan Mesopotamia yang ada jauh sebelumnya, sifat Sagittarius identik dengan Nergal (Dewa Pemanah; Dewa Kematian) yang bersekutu (atau bahkan identik) dengan Dewa Perang dan Api – Dewa Irra. Perwujudan fisik Dewa Nergal/Irra adalah keberadaan Planet Mars yang tanggal 29/30 Januari 2010 mendatang akan mencapai titik terdekatnya (oposisi) dengan Bumi. Pada budaya lain, Nergal/Irra terejawantah sebagai Dewa Ares (Yunani) atau Dewa Perang Mars (Romawi).


Di Indonesia – rasi Sagittarius tidak spesifik gambarannya seperti cerita di atas. Biasa disebut Dhana/Dhanus/Wusu/Wanok/Naya/Jemparing (busur). Apakah daerah rasi ini dikaitkan dengan awan putih (galaksi) Bima Sakti belum jelas bagi penulis. Bisa jadi bentuk seperti rumah itulah yang dianggap sebagai bentuk busurnya.


Zodiak

Sagittarius adalah salah satu dari 12 simbol Zodiak Klasik, yang ke 9 (Ke 1 Aries). Batasan tanggal klasik: 22 November s.d 21 Desember. Yang lahir antara tanggal itu disebut berbintang Sagittarius. Tapi berdasar kenyataan, kini Matahari melintas Sagittarius antara 18 Desember s.d 21 Januari. Harusnya yang lahir pada kurun waktu inilah yang berbintang Sagittarius.


Rasi Bintang Sagittarius.


Saat terbaik untuk melihat rasi bintang ini dimulai awal Juni (Patokan kota Jakarta). Jam 18:00 WIB, rasi bintang ini sudah terbit. Pada 7 Juli, jam 24:00 WIB ada di garis meridian (midnight culmination date). Ketinggian dari titik Selatan sekitar 70 derajat. Pada awal Januari jam 18:00 WIB sudah terbenam. Jadi sepanjang malam tidak dapat dilihat sampai Juni berikutnya.


Dalam mengamati langit untuk melihat Sagittarius, berhubung relatif banyak bintang yang cemerlang dan formasinya pun mudah dibayangkan, maka sampai dekat ufuk pun masih dapat diamati. Yang terbaik adalah dengan mata bugil, tanpa alat bantu.


Beberapa bintang memiliki keistimewaan sifat, antara lain:

  1. Alpha Sagitarii (Rukbat). Warna biru-putih. m = 4,1. Posisi di lutut kaki depan kanan Sagittarius. Biasanya indeks alpha adalah bintang paling terang, tetapi di rasi ini yang paling terang adalah Epsilon-Sgr (Kaus Australis, biru-putih).
  2. Epsilon-Sgr (Kaus Australis) adalah bintang raksasa. Posisi di bagian bawah alas teko sebelah barat). Jarak 88 tc, m = 1,9, warna biru-putih.
  3. Delta-Sgr (Kaus Meridionalis). Di bagian tengah busur atau di alas tutup teko bagian barat (Bagian atas tutup teko adalah bintang Lambda-Sgr).
  4. Beta1-Sgr (Arkab Prior) dan Beta2-Sgr (Arkab Posterior) seolah merupakan bintang ganda (sistem 2 bintang yang saling mengedari titik pusat massa persekutuannya), namun sebenarnya bukan. Arkab adalah Achilles tendon dari kaki depan kanan Sagittarius. Hanya penampakannya saja yang berdekatan. Yang merupakan bintang ganda justru bintang Beta1-Sgr, selain itu juga bintang berindeks pi, omicron, eta. Namun, semua tetap sulit dilihat sekalipun dengan teleskop.
  5. Sigma-Sgr (Nunki). Warna biru-putih. m = 2.0. Posisi di telapak tangan Sagittarius yang sedang menarik anak panah. Pada era Assyro-Babylonian disebut bintang penguasa (makhluk) lautan, yaitu (rasi) Capricornus, Aquarius, Delphinus (Lumba-lumba), Cetus (Ikan Paus), Pisces, Piscis Austrinus (Ikan Selatan). Semua berkait dengan air.
  6. Gamma-Sgr (Alnasl). Warna kuning dengan m = 3.0, yang merupakan ujung anak panah yang arahnya ke tubuh Scorpius (Kalajengking).


Obyek yang menarik:

  1. M18 (atau NGC6613), M21 (NGC6531), M23 (NGC6494), M25 (IC4725). Semua merupakan gugus atau kelompok bintang terbuka.
  2. M22 (NGC6656) dan M55 (NGC6809) yang merupakan gugus bola.
  3. M8 (NGC6523), Nebula Laguna yang merupakan nebula emisi.
  4. M17 (NGC6618), Nebula Omega atau Nebula Tapal Kuda (nebula emisi).
  5. M20 (NGC6514), Nebula Triffid (nebula emisi, diketahui sebagai tempat kelahiran bintang-bintang baru seperti Nebula Orion di rasi bintang Orion atau Lintang Waluku).
  6. Barnard-87 dan Barnard-92, merupakan nebula gelap.
  7. Bintang U-Sgr, yang merupakan bintang variabel Cepheid yang berubah-ubah kecerlangannya secara teratur dengan periode 6 hari 18 jam. Bintang seperti ini biasa digunakan untuk lilin penentu jarak. Hasilnya juga berguna untuk nantinya digunakan ketika para ahli ingin mengetahui usia jagad raya.
  8. Obyek Messier lain: M24, M28, M54, M69, M70, M75.


Fakta Terkait:

  1. Di rasi ini ditemukan obyek Messier terbanyak (15 buah)
  2. Arah pusat Bima Sakti masuk dalam daerahnya (Lintang – Bujur Galaksi = 0 derajat, ada di RA:17h42m dan dec: – 29 derajat; barat daya bintang x-Sgr). Bila kita mengamati ke arah rasi Sagittarius, ibaratnya sedang mengamati ke arah pusat galaksi kita.
  3. Bintang yang kasat mata sekitar 65 buah dan kebanyakan bintang variable.
  4. Ukuran wilayahnya di urutan 15 (sekitar 2% luas bola langit)


Hujan meteor:

  1. Sagittariids (11 Juni)


Daftar Pustaka

Bakich, M., 1995, The Cambridge Guide to the Constellations, Cambridge Univ. Press, Cambridge, p.278-279.

Cornelius, G., 1997, The Starlore Handbook : An Essential Guide to the Night Sky, Chronicle Books, p.9-19.

Cornelius, G., 2005, The Complete Guide to the Constellations, Duncan, London, P.102-103.

Hartmann, W.K., 1985, Astronomy : The Cosmic Journey, Wadsworth Pub. Co., Belmont, p.6-21, 494-497.

Pedersen, O. 1993, Early Physics and Astronomy : A Historical Introduction, Cambridge University Press, Cambridge, p.11, 40.

Walker, C. (ed.), 1996, Astronomy : Before the Telescope, British Museum Press, London, p. 43-5, 68, 73, 87, 110, 123, 146, 154-5, 252-6, 269-70, 283-4, 288, 290, 296, 299, 301, 308, 310-11, 319-21, 324, 328, 338.

(lihat juga daftar pustaka di artikel sebelumnya: Aries, Aquarius, Capricornus, Sekilas Peta Langit)


Salam WfG

Suatu ide yang sangat kreatif dalam menerjemahkan dan menjawab sebuah artikel. Salut untuk kerja mas MR – sang pemburu Orion Sang Pemburu. Kebetulan ada artikel yang sudah jadi 11 September 2009, namun belum sempat dimuat. Mungkin dapat melahirkan ide kreatif lainnya. Siapa tuh yang LKIRnya Messier Objects? Sagittarius masih sangat jelas di Jakarta bahkan dari awal malam. Kapan mau motret lagi?


Tuk kawula/pengurus HAAJ/FOSCA/FPA/POLARIS. Sekaligus mengingatkan, Sabtu – 03 Oktober 2009 ada pertemuan rutin jam 16:30 s.d 20:00. Materi tentang Astronomi dalam Islam yang disampaikan oleh Ustd. Rojali. Momen ini juga untuk ajang halalbihalal. Memang lebih indah kalau kita dapat berjabat tangan saling memaafkan secara langsung dalam sebuah pertemuan di tengah derasnya teknologi komunikasi yang membuat interaksi tatap muka semakin terpinggirkan, atau bahkan dianggap tidak penting lagi.


Sementara untuk SP3 tgl 10-11, saran saya agar peserta di seleksi dan ajak yang sudah dianggap mapan supaya ajang pembelajaran termasuk diskusinya lebih efektif.

Popular Posts